HUKUM NIKAH BEDA AGAMA
Seringkali
kita jumpai pertanyaan & ldquo; apa hukumnya bila nikah beda agama, baik yg
laki-laki atau perempuannya yg muslim, apa sah atau tidak menurut Islam ? &
rdquo;. Pertanyaan ini sering muncul terutama ketika kita berada di sebuah
negara yang mayoritas penduduknya non muslim, seperti di Australia ini. Untuk
itu pada rubrik fikih kali ini tim redaksi menampilkan fikih berkenaan dengan
nikah beda Agama.
Ada 2 jenis menikah beda agama:
1.
Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki
non-Islam
2.
Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan
non-Islam
1.
Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki
non-Islam
Hukum mengenai perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki
non-Islam adalah jelas-jelas dilarang (haram). Dalil yg digunakan untuk
larangan menikahnya muslimah dengan laki-laki non Islam adalah Surat
Al-Baqarah(2):221,“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih
baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun
dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintahperintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”
Jadi, wanita musliman dilarang atau diharamkan menikah dengan non muslim,
apapun alasannya. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Alquran di atas. Bisa
dikatakan, jika seorang muslimah memaksakan dirinya menikah dengan laki-laki
non Islam, maka akan dianggap berzina. Laki-laki beragama Islam menikah dengan
perempuan non-Islam
2.
Pernikahan seorang lelaki Muslim dengan perempuan
non muslim terbagi atas 2 macam:
a)
Lelaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab. Yang
dimaksud dg Ahli Kitab di sini adalah agama Nasrani dan Yahudi (agama samawi).
Hukumnya boleh, dengan dasar Surat Al Maidah(5):5,“Pada hari ini
dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi
Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan
dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita
yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang
yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka
dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)
menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak
menerima hukum-hukum Islam)maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat
termasuk orang-orang merugi.
b)
Lelaki Muslim dg perempuan non Ahli Kitab. Untuk
kasus ini, banyak ulama yg melarang, dengan dasar Al Baqarah(2):222,“Dan
janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin
lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran.
Banyak
ulama yg menafsirkan bahwa Al Kitab di sini adalah Injil dan Taurat.
Dikarenakan agama Islam, Nasrani dan Yahudi berasal dari sumber yg sama, agama
samawi, maka para ulama memperbolehkan pernikahan jenis ini. Untuk kasus ini,
yg dimaksud dengan musyrik adalah penyembah berhala, api, dan sejenisnya. Untuk
poin 2, menikah dengan perempuan yang bukan ahli kitab, para ulama sepakat
melarang. Dari sebuah literatur, dapatkan keterangan bahwa Hindu, Budha atau
Konghuchu tidak termasuk agama samawi (langit) tapi termasuk agama ardhiy
(bumi). Karena benda yang mereka katakan sebagai kitab suci itu bukanlah kitab
yang turun dari Allah SWT. Benda itu adalah hasil pemikiran para tokoh mereka
dan filosof mereka. Sehingga kita bisa bedakan bahwa kebanyakan isinya lebih
merupakan petuah, hikmah, sejarah dan filsafat para tokohnya. Kita tidak akan
menemukan hukum dan syariat di dalamnya yang mengatur masalah kehidupan. Tidak
ada hukum jual beli, zakat, zina, minuman keras, judi dan pencurian.
Sebagaimana yang ada di dalam Al- Quran Al-Karim, Injil atau Taurat. Yang ada
hanya etika, moral dan nasehat. Benda itu tidak bisa dikatakan sebagai kalam
suci dari Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril dan berisi hukum
syariat. Sedangkan Taurat, Zabur dan Injil, jelas-jelas kitab samawi yang
secara kompak diakui sebagai kitabullah. Sementara itu, Imam Syafi dalam kitab
klasiknya, Al-Umm, mendefinisikan Kitabiyah dan non Kitabiyah sebagai berikut,
Yang
dimaksud dengan ahlul kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berasal
dari keturunan bangsa Israel asli. Adapun umat-umat lain yang menganut agama
Yahudi dan Nasrani, maka mereka tidak termasuk dalam kata ahlul kitab. Sebab,
Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. tidak diutus kecuali untuk Israil dan dakwah mereka
juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani israil.
Majalah Al Hijrah
http://alhijrah.cidensw.net Powered by Joomla! Dibuat pada: 4
August, 2011, 15:58
Sementara
itu, para jumhur shahabat membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita
kitabiyah, diantaranya adalah Umar bin Al-Khattab, Ustman bin Affan, Jabir,
Thalhah, Huzaifah. Bersama dengan para shahabat Nabi juga ada para tabi`Insya
Allah seperti Atho`, Ibnul Musayib, al-Hasan, Thawus, Ibnu Jabir Az-Zuhri. Pada
generasi berikutnya ada Imam Asy-Syafi`i, juga ahli Madinah dan Kufah. Yang
sedikit berbeda pendapatnya hanyalah Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal,
dimana mereka berdua tidak melarang hanya memkaruhkan menikahi wanita kitabiyah
selama ada wanita muslimah. Pendapat yang mengatakan bahwa nasrani itu musyrik
adalah pendapat Ibnu Umar. Beliau mengatakan bahwa nasrani itu musyrik. Selain
itu ada Ibnu Hazm yang mengatakan bahwa tidak ada yang lebih musyrik dari orang
yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa. Sehingga menurut mereka menikahi
wanita ahli kitab itu haram hukumnya karena mereka adalah musyrik. Namun jumhur
Ulama tetap mengatakan bahwa wanita kitabiyah itu boleh dinikahi, meski ada
perbedaan dalam tingkat kebolehannya. Namun demikian, wanita muslimah yang
komitmen dan bersungguh-sungguh dengan agamanya tentu lebih utama dan lebih
layak bagi seorang muslim dibanding wanita ahlul kitab. Juga apabila ia
khawatir terhadap akidah anak-anak yang lahir nanti, serta apabila jumlah pria
muslim sedikit sementara wanita muslimah banyak, maka dalam kondisi demikian
ada yang berpendapat haram hukumnyapria muslim menikah dengan wanita non
muslim.
Secara
ringkas hukum nikah beda agama bisa kita bagi menjadi demikian :
1)
Suami Islam, istri ahli kitab = boleh
2)
Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram
3)
Suami ahli kitab, istri Islam = haram
4)
Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram
Dibolehkannya
laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlul kitab namun tidak sebaliknya
karena laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, berkuasa atas isterinya, dan
bertanggung jawab terhadap dirinya. Islam menjamin kebebasan aqidah bagi
isterinya, serta melindungi hak-hak dan kehormatannnya dengan syariat dan
bimbingannya. Akan tetapi, agama lain seperti nasrani dan yahudi tidak pernah
memberikan jaminan kepada isteri yang berlainan agama.
(Tim redaksi dari berbagai sumber)
Majalah Al Hijrah
http://alhijrah.cidensw.net
Powered by Joomla! Dibuat pada: 4 August, 2011, 15:58
Tidak ada komentar:
Posting Komentar