1. Homoseksual dan
Lesbian
- Homoseksual adalah hubungan seksual antara orang-orang yang
sama kelaminnya, baik sesame pria maupun sesame wanita, namun biasanya
istilah homosex itu dipakai untuk sex antar pria; sedangkan untuk sex
antar wanita, disebut lesbian (female homosex). Lawan
homosex adalah heterosex, artinya hubungan seksual antara
orang-orang yang berbeda kelaminnya (seorang pria dengan seorang
seorang wanita).
Homoseksual (liwath,
bhs. Arab) dilakukan dengan cara memasukan penis (zakar, bhs. Arab)
kedalam anus (dubur, bhs. Arab); sedangkan lesbian dilakukan dengan cara
melakukan masturbasi satu sama lain atau dengan cara lainnya untuk mendapatkan
orgasme (puncak kenikmatan atau climax of the sex act)
Perbuatan kaum
homo, baik seks antar sesame pria (homoseksual), maupun seks antar sesame
wanita (lesbian) merupakan kejahatan (jarimah/jinayah, bhs. Arab) yang dapat
diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun menurut hokum pidana di
Indonesia (vide pasal 292 KUHP)
Menurut hokum
fiqh jinayah(hokum pidana Islam), homoseksual (liwath) termasuk dosa besar,
karena bertentangan dengan norma agama, norma susila, dan bertentangan pula
dengan sunnatulloh (God’s Law/ Natur Of law) dan fitrah manusia(human Nature)
sebab Alloh SWT menjadikan manusia terdiri dari pria dan wanita adalah untuk
berpasang-pasangan sebagai suami istri untuk mendapatkan keturunan yang sah dan
untuk memperoleh ketenangan dan kasih saying, sebagaimana tersebut dalam
Al-Qur’an Surat Al-Nahl ayat 72 :
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ
أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً
وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ
اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ (16:72)
Artinya :”Allah
menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan
bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu
rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil
dan mengingkari nikmat Allah ?"
Dan firman
Alloh dalam Surat Ar-Rum ayat 21
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ
مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ
مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
(30:21)
Artinya:”dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Menurut Dr.
Muhammad Rashfi di dalam kitabnya Al-Islam Wa al-Thib sebagaimana dikutip oleh
Sayid Sabiq, bahwa Islam melarang keras homosex, karena mempunyai dampak
yang negative terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Tidak tertarik kepada wanita, tetapi
justeru tertarik kepada pria sama kelaminnya. Akibatnya kalau si homo itu
kawin,maka istrinya menjadi korban (merana), karena suaminya bias tidak mampu
menjalankan tugas sebagai suami, dan si istri hidup tanpa ketenangan dan kasih
saying, serta ia tidak mendapatkan keturunan, sekalipun ia subur
2. Kelainan jiwanya yang akibatnya mencintai
sesame kelamin, tidak stabil jiwanya, dan timbul tingkah laku yang aneh-aneh
pada pria pasangan si homo. Misalnya ia bergaya sesama seperti wanita dalam
berpakaian, berhias, dan bertingkah laku;
3. Gangguan syaraf otak, yang akibatnya bias
melemahkan daya pikiran dan semangat/ kemauannya;
4. Penyakit AIDS, yang menyebabkan
penderitanya kekurangan/kehilangan daya ketahanan tubuhnya. Penyakit AIDS ini
belum ditemukan obatnya dan telah membawa korban banyak sekali di Barat,
khususnya di Amerika Serikat. Berdasarkan suevei di Amerika Serikat pada Tahun
1985 terhadap 12.000 penderita AIDS, ternyata 73 % akibat hubungan free sex,
terutama homosex, 17% karena pecandu narkotik atau sejenisnya, dan 2,5% akibat
transfuse darah.
Para Ahlu hokum
fiqh sekalipun telah sepakat mengharamkan homosex, tetapi mereka berbeda
pendapat tentang hukumannya.
Pendapat
pertama antara lain
Imam Syafi’I,pasangan homosex dihukum mati, berdasarkan hadits Nabi, riwayat
Khomsah (lima Ahli Hadits Kecuali Al-Nasai)dari Ibnu Abbas :
مَنْ وَجَدْتُمُوْهُ يَعْمَلْ عَمَلَ قَوْمَ لُوْطٍ
فَاقْتُلُوْاالْفَاعِلَ وَالْمَفْعُوْلَ
Artinya:”Barangsiapa
menjumpai orang yang berbuat homosex seperti praktek kaum luth, maka bunuhlah
sipelaku dan yang diperlakukan (pasangannya)
Menurut
Al-Mundziri, khalifah Abu Bakar dan Ali pernah menghukum mati terhadap pasangan
homosex.
Pendapat kedua antara lain Al-Auzai, Abu Yusuf dan lain-lain,
hukumnya disamakan dengan hukuiman zina, yakni hukuman dera dan pengasingan
untuk yang belum kawin, dan dirajam (stoning to death) untuk pelaku yang sudah
kawin, berdasarkan Hadits Nabi :
اِذَا أَتَى الرَّجُلُ الرَّجُلَ فَهُمَا زَانِيَانِ.
(الحديث)
Artinya :
“apabila seorang pria melakukan hubungan sex dengan pria lain, maka
kedua-duanya adalah berbuat zina”
Pendapat kedua
ini sebenarnya memakai qias didalam menetapkan hukumannya.
Pendapat ketiga antara lain Abu Hanifah, pelaku homosex dihukum
ta’zir, sejenis hukuman yang bertujuan edukatif, dan besar ringanya hukuman
tazir diserahkan kepada pengadilan (Hakim). Hukuman Ta’zir dijatuhkan terhadap
kejahatan atau pelanggaran yang tidak ditentukan macam dan kadar hukumannya oleh nas Al-Qur’an dan Hadits.
Menurut
Al-Syaukani, pendapat pertama adalah yang kuat, karena berdasarkan nas Shahih
(Hadits) yang jelas maknanya; sedangkan pendapat kedua dianggap lemah, karena
memakai dalil qias, padahal ada nash nya, dan sebab hadits yang dipakainya
lemah. Demikianpula pendapat ketiga, juga dipandang lemah, karena bertentangan
dengan nash yang telah menetapkan hukuman mati (hukuman had), bukan hukuman
ta’zir
- Mengenai
perbuatan lesbian (female homosexual), atau sahaq (bhs. Arab), para ahli
fiqh juga sepakat mengharamkannya, berdasarkan Hadits Nabi riwayat Ahmad,
Abu daud, Muslim, dan Al-Tirmidzi :
لَايَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلَ وَلَا
الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلَا يَغُضُّ الرَّجُلُ إَلَى الرَّجُلِ
فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِ وَلَا تََغُضُ الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِى
الثَّوْبِ الْوَاحِدِ
Artinya:”
janganlah pria melihat aurat pria lain dan janganlah wanita melihat aurat
wanita lain dan janganlah bersentuhan pria dengan pria lain dibawah sehelai
selimut/kain, dan janganlah pula wanita bersentuhan dengan wanita lain dibawah
sehelai selimut/kain”
Menurut Sayid
Sabiq, lesbian ini dihukum ta’zir, suatu hukuman yang macam dan berat ringannya
diserahkan kepada pengadilan. Jadi, hukumannya lebih ringan daripada
homoseksual, karena bahaya/risikonya lebih ringan dibandingkan dengan bahaya
homosexual, karena lesbian itu bersentuhan langsung tanpa memasukan alat
kelaminnya; seperti halnya seorang pria bersentuhan langsung (pacaran) dengan
wanita bukan istrinya tanpa memasukan penisnya kedalam vagina. Perbuatan
semacam ini tetap haram, sekalipun bukan zina, tetapi dapat dikenakan hukuman
ta’zir seperti lesbian diatas.
2. Onani (istimna’bil
yadi, bhs. Arab)
Onani
(istimna’bil yadi, bhs. Arab), yakni
masturbasi dengan tangan sendiri. Islam memandangnya sebagai perbuatan yang
tidak etis dan tidak pantas dilakukan. Namun, para ahli Hukum Fiqh berbeda
pendapat tentang hukumnya.
Pendapat
pertama, Ulama Maliki,
Syafii dan Zaidi mengharamkan secara Mutlak, berdasarkan Al-Qur’an Surat
Al-Mu’minun ayat 5-7:
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ
حَافِظُونَ (23:5إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ
فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (23:6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ
هُمُ الْعَادُونَ (23:7))
Artinya :”dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya,kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau
budak yang mereka miliki[994]; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
terceIa.Barangsiapa mencari yang di balik itu[995] Maka mereka Itulah
orang-orang yang melampaui batas”.
Ayat ini dengan
jelas memerintahkan kepada kita agar menjaga kehormatan alat kelamin (penis),
kecuali terhadap istri dan budak kita. Yang dimaksud budak disini, ialah budak
yang didapat dalam peperangan untuk membela agama.
Pendapat kedua, Ulama Hanafi secara prinsip mengharamkan onani,
tetapi dalam keadaan gawat, yakni orang yang memuncak nafsu seksnya dan
khawatir berbuat zina, maka ia boleh, bahkan wajib berbuat onani demi
menyelamatkan dirinya dari perbuatan zina yang jauh lebih besar dosa dan
bahayanya daripada onani. Hal ini sejalan dengan kaidah fiqh
اِرْتِكَابُ أَخَفُّ الضَّرَرَيْنِ وَاجِبٌ
Artinya:”Wajib
menempuh bahaya yang lebih ringan diantara dua bahaya”
Pendapat
ketiga, Ulama Hambali
mengharamkan onani, kecuali kalau orang takut berbuat zina (karena terdorong
nafsu seksnya yang kuat), atau khawatir terganggu kesehatannya, sedangkan ia
tidak mempunyai istri atau amat (budak wanita), dan ia tidak mampu kawin, maka
ia tidak berdosa berbuat onani.
Menurut
pendapat kedua dan ketiga diatas, onani hanya diperbolehkan dalam keadaan
terpaksa. Sudah barang tentu yang diperbolehkan dalam keadaan terpaksa
(darurat) itu dibatasi seminimal mungkin penggunaannya, dalam hal ini perbuatan
onani itu
Hal ini sesuai
dengan kaidah Fiqh :
مَاأُبِيْحَ لِلضَّرُوْرَةِ يُقَدَّرُ بِقَدَرِهَا
Artinya: “
sesuatu yang diperbolehkan karena darurat, hanya boleh sekadarnya saja”
Kaidah fiqh ini
berdasarkan firman Alloh dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat173 :
Pendapat
keempat, Ibnu Hazm memandang makruh onani, tidak berdosa, tetapi tidak etis.
Pendapat
kelima, Ibnu Abbas, Al-Hasan, dan lain-lain membolehkan onani. Kata Al-Hasan, “
Orang Islam dahulu melakukannya dalam waktu peperangan (jauh dari keluarga/istri)”.
Dan kata Mujahid, seorang ahli tafsir, murid Ibnu Abbas, “Orang Islam dahulu
(sahabat Nabi) mentoleransi para remaja/pemudanya melakukan onani/masturbasi”.
Dan hokum mubah berbuat onaniini berlaku baik untuk pria maupun wanita.
Menurut hemat penulis,
lebih cenderung kepada pendapat yang kedua dan ketiga yaitu membolehkannya
dengan dasar keadaan gawat, artinya ketika hawa nafsu seksual memuncak agama
memberikan jalan alternative dengan menyalurkan kedalam bentuk lain seperti
onani, karna belum menikah ataupun belum mempunyai penyaluran seksual yang sah
menurut agama. Apalagi kalau dalam keadaan di medan perang atau masa remaja.
Tetapi tidak boleh dijadikan kebiasaan atau rutinitas sehari-hari, sebab
seperti kaidah usul fiqh tadi hanya sekedarnya saja dalam keadaan tertentu
tidak dijadikan aktivitas rutinitas. Sebab kalaupun dilakukan secara rutinitas
akibatnya bias mengganggu kesehatan jasmani dan kesehatan rohani (mental). Juga
bias melemahkan potensi kelaminnya, serta kemampuan ejakulasinya, sehingga
menjadi sebab gagalnya sel sperma pria menerobos masuk untuk bertemu dengan sel
telur wanita (ovum)
Semoga Bermanfaat, dan mudah-mudahan menjadi Amal Sholeh, Amin
______Moch. toni ardi______
REFERENSI
Al-Qur’an
Al-Karim
AlHadits
H.
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah,prof. Drs, edisi II Cetakan ke-7, Malang,1994
Sayid
Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz. II, Libanon, Darul fiqr, 1981
Abdul
Qadir ‘Audah, Al-Tasyri’ Al-jinai al-Islami Muqaranan bil Qonun al-Wadhi
Moelyanto,
KUHP, Jakarta, Bina Aksara, 1985, hlm.127
Tidak ada komentar:
Posting Komentar